Keuangan Syariah & Hidup Bebas Riba

IMG-20250426-WA0603

Pasid, JNNews.my.id | Hukum Islam pada dasarnya memang merupakan konsep yang baku dan bersumber dari wahyu Allah SWT, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prinsip-prinsip dasarnya bersifat tetap (tsabit), kewajiban beribadah, keadilan, kejujuran dan larangan riba. Islam juga memberikan ruang untuk ijtihad yaitu usaha sungguh-sungguh dari para ulama dalam menetapkan hukum terhadap persoalan baru yang tidak secara langsung dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Ijtihad penting karena sepanjang sejarah, kehidupan manusia selalu berkembang, sehingga muncul teknologi baru, pola ekonomi berubah, sistem sosial bergeser. Islam melalui ijtihad bisa menjawab tantangan zaman tanpa keluar dari prinsip syariat. Artinya, perubahan dan adaptasi itu tetap dalam koridor nilai-nilai Islam bukan meninggalkan ajaran dasarnya.
Islam memiliki konsep yang tegas dalam mengatur aktivitas ekonomi supaya adil, tidak merugikan pihak manapun, menghindari eksploitasi serta bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan) dan maisir (spekulasi/untung-untungan). Sistem ekonomi Islam dirancang untuk menyelesaikan masalah kehidupan manusia ketimpangan sosial, ketidakadilan dalam perdagangan dan eksploitasi modal dengan tetap memegang prinsip hukum syariat.
Perkembangan zaman, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi yang sesuai syariah, muncul banyak lembaga keuangan berbasis Islam atau yang dikenal sebagai lembaga keuangan syariah. Lembaga-lembaga berupaya menjalankan kegiatan ekonomi, seperti pembiayaan, tabungan, investasi dan asuransi, berdasarkan prinsip tanpa riba, tanpa spekulasi dengan keadilan.

Lembaga Keuangan Islam adalah lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam, di mana dalam seluruh aktivitasnya menghindari unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian yang merugikan) dan maisir (spekulasi atau perjudian). Prinsip dasarnya adalah keadilan, kejujuran, saling menguntungkan, dan keberkahan dalam muamalah (aktivitas ekonomi).
Konsep lembaga keuangan Islam sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, bentuk lembaga keuangan Islam dikenal dengan Baitul Maal, yaitu lembaga yang mengelola pengumpulan dan pendistribusian harta umat Islam. Sumber dana Baitul Maal dari Zakat (kewajiban harta untuk golongan tertentu), Infaq (pemberian sukarela) dan Shadaqah (sumbangan kebaikan) serta sumber lain seperti kharaj (pajak tanah), jizyah (pajak bagi non-Muslim di negara Islam) dan ghanimah (harta rampasan perang). Tujuan agar keuangan syariah tetap relevan dan umat Islam bisa hidup dalam sistem ekonomi yang halal, adil dan bebas dari riba.
Riba sebagai problem besar dalam sistem ekonomi dunia modern. Mengapa riba dilarang dalam Islam (Al-Baqarah: 275-279). Relevansi konsep bebas riba untuk menciptakan masyarakat yang adil dan damai. Jenis-jenis Riba, Riba Fadl adalah kelebihan dalam pertukaran barang sejenis. Riba Nasiah yaitu tambahan karena penangguhan pembayaran. Riba Jahiliyyah ialah kelebihan atas pokok utang saat jatuh tempo.
Bahaya Riba merusak keadilan sosial dan menimbulkan ketimpangan ekonomi serta mengakibatkan kerakusan kapitalisme. Dampak Negatif Riba dalam kehidupan Individu dan masyarakat.
1) Hati menjadi keras.
2) Hidup tidak berkah.
3) Hutang menumpuk, memicu stres dan depresi.
4) Dampak pada Masyarakat:
5) Ketegangan sosial.
6) Jurang kaya-miskin makin dalam.
7) Munculnya eksploitasi dalam transaksi keuangan.
Konsep hidup bebas riba dalam Islam melalui prinsip dasar ekonomi tanpa riba sehingga terciptanya keadilan, kejujuran, kerja sama dan keseimbangan hidup. Strategi menerapkan hidup tanpa riba, membiasakan transaksi jual beli yang sah (akad muamalah semacam murabahah, musyarakah, mudharabah, ijarah, salam, istishna’). Menggunakan produk keuangan syariah, melalui bank syariah, koperasi syariah, BMT. Menghindari utang berbunga dan melakukan investasi melalui skema halal.
Riba telah menjadi problem besar dalam sistem ekonomi dunia modern, karena memunculkan ketidakadilan, memperlebar kesenjangan sosial dan mengakar dalam praktik-praktik ekonomi yang eksploitatif. Sistem keuangan berbasis riba mendorong akumulasi kekayaan hanya di tangan segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat terjerat hutang dan kesulitan ekonomi.
Islam dengan tegas melarang riba, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275-279. Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa orang yang tetap bertransaksi dengan riba setelah datang larangan-Nya akan menjadi penghuni neraka. Bahkan, Allah dan Rasul-Nya mengumumkan perang terhadap pelaku riba. Ini menunjukkan betapa besar bahaya riba terhadap moralitas individu dan stabilitas sosial.
Konsep hidup bebas riba sangat relevan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan damai. Dengan meninggalkan riba, aktivitas ekonomi berlandaskan keadilan, saling tolong-menolong, dan kesejahteraan bersama. Tidak ada pihak yang dirugikan atau ditindas karena beban bunga, sehingga kehidupan sosial menjadi lebih harmonis dan berkah.

Referensi:

Antonio, M. Syafi’i. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Ascarya. (2007). Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Chapra, M. Umer. (2000). Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Kahf, Monzer. (1995). The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System. Jeddah: Islamic Research and Training Institute.
Karim, Adiwarman A. (2006). Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Mannan, M.A. (1992). Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad. (2005). Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
QS. Al-Baqarah [2]: 275–279. (Al-Qur’an dan Terjemahannya).Siddiqi, Muhammad Nejatullah. (2004). Riba, Bank Interest and the Rationale of Its Prohibition. Jeddah: Islamic Research and Training Institute.

Yusuf al-Qaradawi. (1999). Riba dan Bank dalam Islam. Jakarta: Robbani Press.

 

Penulis: Muhammad Zulfikar
Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan.